Saturday, March 7, 2009

PERAN KELUARGA TERHADAP KARAKTER ANAK

PENGANTAR

Setiap orang terlahir dengan memiliki nilai kehidupan dasar yang baik, sikap yang jujur, memiliki rasa kasih sayang, yang menyebabkan ia dapat bertahan hidup dan tumbuh menjadi dewasa. Terbukti anak balita kalau ditanya peristiwa yang telah terjadi dia akan berbicara apa adanya tanpa tendensi apapun, ia hanya menceritakan apa adanya, polos kata orang. Namun yang menjadi pertanyaan mengapa ada anak yang tidak jujur, serta memiliki perilaku yang negatif (seperti suka memukul, egois, suka menyejek dll).

FITRAH ANAK

Anak itu bagaikan selembar kertas putih, itu istilah yang seringkali terdengar, yang artinya bahwa setiap anak masih belum memiliki pandangan tertentu, kecenderungan tertentu. Ia masih bersih pikiran dan perasaannya, sehingga coretan yang diberikan akan mudah diterima oleh anak. Warna warni kehidupan yang ada pada lingkungannya akan memberikan arti bagi dirinya.

Setiap anak merupakan pribadi yang sangat pandai meniru lingkungannya, sehingga banyak hal yang ada di lingkungannya diinternalisasikan menjadi perilakunya, seperti bagaimana orangtuanya berbicara, menelepon, makan, bersikap kepada orang lain dsb. Apa yang dilihat dari lingkungannya kemudian dijadikan pedoman perilaku sehari-hari. Lingkungan tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara psikis, artinya anak melihat bagaimana reaksi atau respon orangtua terhadap lingkungan anak, akan diperhatikan oleh anak dan juga dijadikan pedoman dalam mengekspresikan dirinya. Misalnya orangtua yang takut pada saat melihat cicak, anak pun akan meniru orangtua tersebut, sehingga anak pun takut kepada cicak.

TERBENTUKNYA KEPRIBADIAN

Perilaku yang diulang-ulang terus akhirnya menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi habits, menjadi bagian dari kepribadian. Tampaknya perilaku orangtuanya seperti diturunkan, padahal itu merupakan proses peniruan yang terus menerus. Orangtua seringkali salah dalam menilai anak, di mana mereka menganggap bahwa sikap yang egoisnya itu persis seperti bapaknya, sehingga orang tua membiarkan sikap anaknya tersebut, sebagai dampak mentolerir perilaku yang mirip bapaknya yang sebetulnya kurang baik, akhirnya perilaku itu dibiarkan saja, tidak ada usaha untuk merubahnya atau memodifikasi.

Penanaman nilai, yang terus menerus tanpa berhenti dalam kebersamaan, pelan-pelan akan tertanam, makin lama makin mendalam, membentuk sifat, kebiasaan dan kepribadian. Jadi kepribadian diciptakan bukan dilahirkan.

Setiap orangtua memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian orangtua ikut membentuk karakter anak, misalnya orangtua yang suka memukul maka diprediksikan anak juga akan suka memukul orang lain, orangtua yang pemarah, maka diprediksikan anak juga akan menjadi pemarah.

DAMPAK SIKAP EMOSIONAL ORANGTUA TERHADAP ANAK

Emosi adalah segala hal yang terkait dengan perasaan, seperti senang, sedih, gembira, takut, cemas, marah dll. Emosi dimiliki oleh setiap orang. Emosi marah hampir dilakukan oleh orangtua, bahkan ada orangtua yang setiap hari memarahi anaknya dengan alasan yang bermacam-macam, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Misalnya pagi-pagi diawali kemarahan orangtua karena anak susah bangun pagi, kemudian marah lagi karena mandi terlalu lama, kemudian marah lagi, karena makannya susah dan lama dst, seolah-olah marah terus terjadi setiap saat. Lalu apakah marah tidak boleh dilakukan oleh orangtua?

Marah kepada anak boleh saja dilakukan oleh orangtua, asalkan dilakukan dengan alasan, waktu dan situasi yang tepat, artinya tidak setiap hal ditanggapi dengan rasa marah. Kalau orangtua mau marah sebaiknya ada alasan yang menyebabkannya. Ada orangtua yang marah kepada anaknya, setelah orangtua mengalami kekecewaan di kantor, sehingga anak menjadi pelampiasan kemarahan anak. Waktu yang tepat orangtua marah, yaitu pada saat orangtua tidak sedang berada pada puncak kemarahannya, karena dikhawatirkan anak menjadi sasaran luapan emosi marahnya. Misalnya karena orangtua jengkel sekali kepada anak, lalu anak menjadi sasaran pemukulan orangtuanya. Emosi marah orangtua juga sebaiknya tidak diluapkan pada saat anak ada bersama orang lain, agar anak tidak merasa kecil hati atau merasa malu kepada teman-temannya atau orang lain.

Apa dampaknya emosi marah yang dilampiaskan dengan kekerasan fisik? Emosi yang dimiliki oleh orangtua dilihat oleh anak, bahkan anak menjadi korban emosi orangtua terutama emosi marah. Apa yang terjadi apabila emosi marah orangtuanya terus-menerus masuk ke dalam diri anak? Anak tidak mau makan, maka ia dimarahi, anak tidak mau mandi maka ia dibentak, anak bermain gunting ia dipukul, anak berlari-lari dalam rumah dicubit dsb. Adanya perilaku seperti itu yang diberikan oleh orangtua menjadikan anak memiliki anggapan bahwa dipukul, dicubit adalah merupakan hal yang biasa, maka aku sebagai anak juga sama dengan orangtua yang boleh mencubit atau memukul oranglain. Jadi anak membolehkan kekerasan diberikan kepada orang lain. Akibatnya anak menjadi suka memukul, mencubit atau melakukan kekerasan fisik yang lain.

Dengan adanya kekerasan fisik yang diberikan orangtua maka bisa menimbukan anak takut pada orang yang menghukum, tetapi perubahan perilaku tidak terjadi, sehingga tujuan marah yaitu agar anak merubah perilaku tidak tercalpai. Akibatnya pada saat orang yang menghukum secara fisik ada di dekatnya, ia tidak melakukan tindakan yang dilarang, tetapi pada saat yang menghukumnya tidak ada maka ia dengan leluasa melakukan perbuatan terlarang it sesuka hati. Misalnya seorang ibu melarang anaknya menonton televisi. Pada saat ibunya di rumah perilakunya bisa terkontrol artinya ia bisa tidak menonton televisi, tetapi pada waktu ibunya pergi ia menonton televisi terus menerus, ia merasa bebas melakukannya.

Dampak lain emosi marah secara fisik kepada anak, adalah anak meniru cara meluapkan mengekspresikan kemarahannya. Ia menganggap bahwa kemarahan hanya dapat diekspresikan dengan kekuatan fisik. Anak kurang memiliki inovasi untuk mengekspresikan perasaannya.

PENUTUP

Konsekuensi lain bahwa kepribadian yang tertuang dalam perilaku bukan dilahirkan adalah bahwa perilaku bisa dirubah. Jadi seandainya saat ini memiliki sikap, sifat atau perilaku yang akan dirubah, maka hal itu bisa dilakukan. Namun untuk merubahnya dibutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Oleh karena itu orangtua perlu lebih berhati-hati dalam berbicara, bersikap dan bertindak, kaarena semua gerak-gerik orangtua diamati oleh anak. Apalagi kata-kata orangtua, khususnya ibu sangat tajam, bahkan menjadi doa bagi anaknya. Hindari orangtua membuat label yang negatif atau mengumpat mencemooh anak, agar anak tidak ikut menjadi seperti orangtuanya.

Pendidikan orangtua kepada anak yang terbaik adalah keteladanan, oleh karena itu berilah selalu keteladanan yang penuh kasih sayang setiap saat.(by Dra.Wita Hendardijati, Psi. Radshow Krakatau Blok C)

No comments: