Monday, August 17, 2009

Sebuah Tantangan

Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan anakku ditunjuk untuk menjadi peserta mengikuti pawai dengan pakaian dari salah satu daerah, yang setelah diamati kok pakaian daerah yang tidak berjilbab, padahal kan anakku berjilbab. Wah hati ini sudah mulai was-was. Gimana nanti model pakaiannya? Itu was-was pertama.
Masih dilanjut lagi, "Ntar make upnya di salon "X" ", wah itu mah salon untuk umum, baik pria maupun wanita, kapsternya cowo? HAH?
Terus was-was selanjutnya "Perginya ke lapangan ntar sama-sama berangkat dari salon jam 12.30 sudah ada transportnya". HAH? itu kan waktu belum masuk shalat dhuhur? Tantngan nih!
Gimana ya menyiasatinya?
Ya Allah mudah-mudahan diberi petunjuk yang terbaik.
Pergilah anakku ngambil baju ke salon "X" tadi, agak siangan shi, sekitar pukul 8.30 an karena nunggu gurunya datang ke salon itu. terus sepulang dari salon bawalah dia baju dari daerah "Y" baju rok selutut, dan baju lengan pendek, dan ikat kepala yang warnanya senada dengan bajunya. HAH?
Terus terjadilah dialog.
"Pake bajunya mau gimana?"
Jawabnya, "Bajunya pake baju lengan panjang hitam terus dilapis sama baju berlengan pendek tadi".
Alhamdulillah. Satu kegusaran terjawab, anakku masih tetap menjaga auratnya.
"Terus roknya gimana?
Jawabnya, "Pakai celana panjang hitam, baru pakai rok selutut".
Alhamdulillah, Allah masih membukakan pintu hatinya.
"Celananya yang mana?"
Jawabnya, "Celana kaos".
"Yang mana coba ibu ditunjukkan".
"Yang ini" sambil menunjukkan celana panjang hitam yang biasanya dipakai untuk pakaian dalam. Mmmmm....
"Coba dipakai"
Wow,,,, celana ketat?
"Ada alternatif lain?".
Jawabnya, "Jelek kalau pakai celana panjang yang bawahnya lebar".
Iya shi memang agak kurang serasi.
Tapi haruskah menjual akidah untuk pawai????
Ya Allah berilah jalan keluarnya.
"Ok terus ikat kepalanya gimana?"
Jawabnya, "Diikat di atas jilbab hitam".
Alhamdulillah masih terjaga auratnya
Jadi masih tinggal satu masalah, yaitu celana panjangnya
"OK sekarang shalatlah dhuhur dulu, habis shalat, barulah kita coba kenakan lagi pakaiannya".
Alhamdulillah tidak tertinggal shalatnya.
"Jadi mau jam berapa ke lapanagan?"
Jawabnya, "Jam 1 aja setelah shalat dhuhur". Alhamdulillah.
Setelah shalat dhuhur dipakailah bedaknya.
"Aku gak mau terlalu tebal, yang minimalis aja", katanya. Alhamdulillah, tidak terbawa arus berdandan ria kayak badut.
Dipakailah bajunya satu per satu seperti rencana semula. Lengkaplah sudah.
Begitu mau berangkat. Bapaknya melihat celana yang dpakai.
"Lho kok celananya gitu, ketat", kata ayahnya.
"Coba celananya pake yang agak lebar", lanjutnya.
Pergilah ia ke kamar, dan dipakailah celana panjang yang agak lebar, menutupi celana ketat yang tadi dpakai, jadi gak terlihat ketat.
Alhamdulillah. Dibukakan pintu untuk menerima saran dari bapaknya (terimakasih mas...)
Setelah berangkat kususul dia di jalan raya di mana akan dilewati oleh barisannya.
Sambil menunggu barisannya lewat. Terlihatlah pemandangan yang bikin hati miris..betapa tidak...siswa-siswi SMA berpakaian pengantin adat, terus laki dan perempuan saling bergandengan sepanjang jalan... pawai....astaghfirullah... berarti tuuuhhh disetujui para guru????
"Gimana dengan anakku?..."
Dengan dag dig dug ....menunggu...
Akhirnya datang juga.
Alhamdulillah barisnya satu-satu aja, gak ada acara gandeng menggandeng
Alhamdulillah Engkau masih memberi hijab pada anakku....
Sampai di rumah berceritalah dia, "Tadi waktu di salon, ada temennya yang ditegur sama gurunya karena dibuka jilbabnya waktu bermake up, padahal biasanya dia pake jilbab"
Alhamdulillah dia tidak di make up di salon.
Ya Allah berilah ketetapan hati tuk buah hatiku menutup aurat karena Mu, jangan biarkan akidah terjual untuk dunia. Amin

No comments: